We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Ruang Untukmu

Bab 1064
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Ruang Untukmu

Bab 1064

Selesai bicara. Raisa berjalan ke dalam vila dengan kepala tertunduk, meninggalkan laki–laki itu di halaman.

Dia belum berjalan jauh ketika sosok Rendra yang tinggi tiba–tiba membungkuk sambil memegang dada dengan

telapak tangannya yang besar seakan sedang menahan nyeri di dadanya. Ketika tidak mendengar suara langkah

kaki di belakangnya, Raisa menoleh ke belakang. Seketika dia sangat terkejut lalu berlari ke arahnya.

“Ada apa?” tanyanya dengan panik.

Dengan satu tangan di pinggangnya, Rendra berusaha menegakkan punggung dan menjawab dengan suara parau,

“Saya baik–baik saja.”

Raisa tidak percaya kata–katanya. Dia tidak terlihat baik–baik saja! Selain itu, dia memegang dadanya. Apakah dia

punya penyakit jantung?

“Haruskah saya menghubungi Emir?” Raisa benar–benar panik, kedua tangannya menggenggam lengan Rendra

erat–erat.

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

“Bukankah kamu mau pergi? Saya akan meminta pengawal untuk kembali dan mengantarmu pulang sekarang.”

Rendra berbicara dengan suara rendah, punggungnya tegak seakan dia sudah pulih sempurna.

Namun, Raisa menolak untuk pergi meskipun Rendra memintanya. Dia menggeleng dan bersikeras, “Saya tidak jadi

pergi. Saya ingin menjagamu.”

Mendengar ucapannya, bibir Rendra melengkung naik. Dia pun mengangguk setuju, “Baiklah. Bantu saya masuk ke

dalam sehingga bisa beristirahat.”

Rendra tidak berpura–pura dadanya sakit. Saat Raisa mengucapkan kata–kata dengan tegas sebelumnya, memang

benar ada rasa nyeri yang kuat yang menembus dadanya. Dia tidak menyangka Raisa memberikan pengaruh

besar pada dirinya, cukup membuat dadanya sakit hanya dengan satu kalimat.

Pada akhirnya, Rendra telah meremehkan seberapa penting Raisa untuknya. Dia tersenyum pahit di dalam hati,

merasa tidak berdaya. Cinta bertepuk sebelah tangan ini dimulai dari dirinya, tetapi gadis ini tidak tahu apa–apa

sehingga dia tidak bisa menyalahkannya bila ingin lari. Bagi Raisa, perasaan laki–laki itu menindas dan menekan

sekaligus.

Di dalam vila, Raisa buru–buru menuangkan segelas air untuknya. “Cepat, minumlah! Apakah kamu punya penyakit

jantung karena terlalu sibuk sampai tidak cukup istirahat?”

Sambil meraih gelas yang disodorkannya, Rendra menjawab, “Bukan apa–apa.”

Rendra tidak ingin gadis ini menganggapnya si tua renta. Usianya sendiri memang lebih tua dari Raisa, maka

sungguh menyebalkan mendengar kata–katanya yang mengatakan bahwa kesehatannya buruk.

Raisa menatap wajahnya. Bahkan bila ada orang yang mengatakan dia ada dalam usia akhir dua puluhan, pasti

tidak ada yang curiga. Dia memang terlihat muda.

“Apakah kamu ingin tahu apa yang terjadi pada saya tadi?” Rendra menatapnya dengan mata menyipit.

“Iya! Katakanlah.” Raisa mendengarkan dengan tampang serius.

“Ucapanmu membuat saya begitu kesal sampai jantung ini terasa sangat nyeri.” Dia melempar kesalahan itu pada

Raisa tanpa ragu.

Mata Raisa terbelalak, lalu dia menunjuk dirinya sendiri. “Saya?”

Rendra mengangguk. “Benar, kamu.”

Raisa langsung ingat kata–kata yang dia ucapkan kepadanya. Apakah dadanya sakit karena dia begitu marah

setelah mendengar Raisa menolaknya dan mengatakan bahwa tidak akan ada kemungkinan apapun terjadi di

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

antara mereka berdua?

“Maafkan saya,” Raisa langsung meminta maaf, pikirannya penuh rasa bersalah dan penyesalan. Dia memang

sudah berbicara sedikit kasar.

“Seharusnya saya yang meminta maaf. Itu terjadi karena saya tidak menghargaimu dan tidak mengutarakan

perasaan saya terhadapmu sehingga menakuti kamu,” Rendra meminta maaf.

Raisa mengangkat wajahnya, tiba–tiba tidak bisa menatap matanya langsung. Raisa mengerutkan bibirnya, dan

menjawabnya setelah diam sejenak, “Bisakah kita tidak membahas hal ini? Saya takut akan mengucapkan hal–hal

yang dapat membuatmu marah lagi.”

Rendra berkedip, matanya terpaku padanya. “Kalau begitu, kapan kamu berencana untuk bicara dengan saya agar

kamu tidak membuat saya marah?”

Raisa menarik napas, menyadari masalah ini tidak bisa dihindari. Jika itu persoalannya, akankah Rendra marah

terlepas apakah dia membicarakannya sekarang atau setahun kemudian?

“Kamu harus menyukai seseorang yang lain! Saat kamu bertemu dengan orang lain yang kamu suka, kita pasti

tidak akan membahas hal ini lagi,” Raisa menyarankan.

Alis Rendra berkerut. Jika dia bisa menyukai orang lain, akankah dia menunggunya hingga saat ini? Perasaannya

tidak sesederhana seperti berbelanja di toko. Dia tidak bisa langsung menyukai sesuatu begitu saja.